1. Pengertian Ahlussunnah
Ungkapan ahlussunnah (sering juga disebut dengan Sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu umam dan khusus. Sunni dalam pengrtian umum adalah lawan kelompok Syi’ah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagaimana juga Asy’ariah masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariah dan merupakan lawan Mu’tazilah.Terma Ahlussunnah banyak kelihatan setelah unculnya aliran Asy’ariah dan Maturidiah, yaitu dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.
2. Latar Belakang Munculnya Al-Asy’ariah
Nama lengkap Al-asy’ari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-asy’ari. Ia lahir di Bashrah pada tahun 260H/875M. Ketika berusia 40 tahun, ia hijrah ke kota Bagdad dan wafat di sana pada tahun 324H/935M.
Ayah al-asy’ari adalah seorang yang berfaham ahlusunnah dan ahli hadits. Ia wafat ketika Al-asy’ari masih kecil. Sebelum wafat ia berwasiat kepada sahabatnya yang bernama Zakaria bin Yahya As- saji agar mendidik Al-asy’ari. Berkat didikan ayah tirinya, Al-asy’ari kemudian menjadi tokoh mutazilah.
Menurut Ibnu asakir, Al-asy’ari meninggalkan faham mutazilah karena ia telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Sebanyak tiga kali yaitu pada malam ke-10, 20 dan 30 bulan Ramadhan. Dalam mimpinya Rasulullah mengingatkan agar meninggalkan faham mutazilah dan beralih kepada faham yang telah diriwayatkan dari beliau.
Teologi Al-Asy’ariah
Formulasi pemikiran Al-Asy’ariah secara esensial menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodoks eksterem di satu sisi dan Mu’tazilah di sisi lain. Corak pemikiran yang sintesis ini menurut Watt, barangkali dipengaruhi teologi kullabiah (teologi Sunni yang dipelopori Ibn Kullab (w 854 M).
Diantara pemikiran-pemikiran Al-asy’ari adalah :
a. Tuhan dan sifat-sifatnya
Al-asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim. Dengan kelompok mujasimah (antropomorfis) dan kelompok musyabbihah yang berpendapat, Allah mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan sunnah, dan sifat-sifat itu harus difahami menurut harti harfiyahnya. Kelompok mutazilah berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain adalah esensi-esensinya.
Al-asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki dan ini tidak boleh diartikan secara hartiah, sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.
b. Kebebasan dalam berkehendak (free will)
Dari dua pendapat yang ekstrim, yakni jabariah dan fatalistic dan penganut faham pradterminisme semata-mata dan mutazilah yang menganut faham kebebasan mutlak dan berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri. Al-asy’ari membedakan antara khaliq dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib), hanya Allah lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).
c. Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Walaupun Al-asy’ari dan orang-orang mutazilah mengakui pentingnya akan dan wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-asy’ari mengutamakan wahyu, sementara mutazilah mengutamakan akal.
d. Qadimnya Al-Qur'an
Mutazilah mengatakan bahwa Al-Qur'an diciptakan (makhluk) sehingga tak qadim serta pandangan mazhab Hambali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah (yang qadim dan tidak diciptakan). Zahiriah bahkan berpendapat bahwa semua huruf, kata dan bunyi Al-Qur'an adalah qadim. Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu Al-asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan
karenanya tidak qadim. Nasution mengatakan bahwa Al-Qur'an bagi Al-asy’ari tidaklah diciptakan sebab kalau ia diciptakan, sesuai dengan ayat:
Artinya:
“ Jika kami menghendaki sesuatu, kami bersabda, “ terjadilah“ maka ia pun terjadi”.
e. Melihat Allah
Al-asy’ari tidak sependapat dengan kelompok ortodoks ekstrim, terutama zahiriyah yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akherat dan mempercayai bahwa Allah bersemayam di Arsy. Selain itu ia tidak sependapat dengan mutazilah yang mengingkari ru’yatullah (melihat Allah) di akherat. Al-asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat atau bilamana ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihatnya.
f. Keadilan
Pada dasarnya Al-asy’ari dan mutazilah setuju bahwa Allah itu adil. Al-asy’ari tidak sependapat dengan mutazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga ia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya, Allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia adalah penguasa mutlaq.
g. Kedudukan orang berdosa
Menurut Al-asy’ari mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.
3. Latar Belakang Munculnya Al-Maturibi
Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Ia dilahirkan di sebuah kota kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid, di wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M.
Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi yang bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutwakil yang memerintah pada tahun 232-274 H/847-861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya adalah kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur'an Makhas Asy-Syara’I, Al-jald, dll. Selain itu ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al-Maturidi, yaitu Risalah fi Al-aqaid dan syarh Fiqh Al-akbar.
Teologi Al-Maturidi
a. Akal dan wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan akal sama halnya dengan Al-asy’ari.
Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu;
2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu;
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.
Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan Al-Asy’ari.
b. Perbuatan manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaannya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia.
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendaknya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkannya sendiri.
d. Sifat Tuhan
Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
e. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.
f. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadist).
g. Perbuatan manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri.
h. Pengutusan Rasul
Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
i. Pelaku dosa besar
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat.
BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan Ali bin Ismail in Ishaqi bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bi Abi Musa Al-Asy’ari, beliau ditinggalkan oleh ayahnya ketika masih kecil. Ayah beliau yaitu seorang yang berfaham Ahlusunnah dan ahli hadits. Sebelum ayah beliau wafat, ayak beliau berwasiat kepada Zakaria bin Yahya As-Saji agar mendidik Al-Asy’ari. Berkat didikannya, Al-Asy’ari kemudian menjadi tokoh Mu’tazilah, tapi kemudian ia keluar dari Mu’tazilah dan berfaham Ahlusunnah.
Pemikiran-pemikiran Al-Asy’ari diantaranya Tuhan dan sifat-sifatnya, kebebasan dalam berkehendak, akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk, qodimnya Al-Qur'an, melihat Allah, keadilan dan kedudukan orang berdosa.
Al-Maturidi dilahirkan disebuah kota kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid. Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah pada tahun 232-274 H/847-861 M. Karir pendidikan beliau lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih.
Doktrin-doktrin teologi al-Maturidi diantaranya akal dan wahyu, perbuatan manusia, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, sifat Tuhan, melihat Tuhan kalam Tuhan, perbuatan manusia, pengutusan Rasul dan dosa besar.
0 comments:
Post a Comment